Selamat datang di pesta tahunan,
Di mana air naik ke ruang tamu tanpa undangan.
Sumatera kembali "bersolek" dengan warna cokelat,
Membasuh janji-janji yang dulunya sangat lekat.
Bukit-bukit kini lebih rapi, katanya,
Gundul mengkilap, tanpa pohon yang menyiksa.
Kayu-kayunya sudah pindah ke ruang pejabat,
Menjelma kursi empuk bagi mereka yang berdaulat.
**"Ini murni ujian Tuhan,"** cetus sang tuan,
Sambil mengelap sepatu mengkilap dari genangan.
Memang benar, Tuhan sedang menguji kesabaran,
Melihat berapa lama rakyat betah hidup dalam rendaman.
Alat berat datang terlambat, itu sudah tradisi,
Lebih cepat baliho kampanye yang berdiri tegak di lokasi.
Wajah-wajah tersenyum di atas kertas glossy,
Menawarkan solusi di tengah bau lumpur yang basi.
Mari kita rayakan banjir ini dengan doa,
Lalu besok kita tebang lagi hutan yang tersisa.
Sebab ikan-ikan butuh rumah baru di jalan raya,
Dan kita butuh alasan untuk mencairkan dana bencana.
Nikmati saja kopimu di atas atap rumah,
Sembari menonton berita tentang "Sumatera yang tabah."
Tabah karena sudah biasa dikhianati,
Oleh mereka yang menyebut eksploitasi sebagai "investasi."